Rabu, 14 Januari 2015

MAKALAH PEENGANTAR STUDI ISLAM TENTANG MUNAFIK

MUNAFIK

MAKALAH

Di ajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

“Pengantar Studi Islam”

Dosen Pembimbing :

Fauzi, S. Sos, MA

Description: logo ibsi

Di susun oleh :

Joni

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM IBNU SINA

                                              BATAM

 

KATA PENGANTAR

 

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-nya kepada kita semua berupa, ilmu dan amal. Berkat rahmat dan karunia-nya pula, penulis dapat menyelesaikan makalah Pengantar Studi Islam yang insyaallah tepat pada waktunya.

Terimakasih penulis ucapkan kepada Bapak Dosen Fauzi, S. Sos, MA.  Mata pelajaran kuliah Pengantar Studi Islam, yang telah memberikan arahan terkait tugas makalah ini. Tanpa bimbingan dari beliau mungkin, penulis tidak akan dapat menyelesaikan tugas ini sesuai dengan format yang telah di tentukan.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran pembaca demi kesempurnaan makalah untuk kedepannya. Mudah-mudahan makalah ini bermanfaat bagi peneliti dan pembaca

 

Batam, 13 January 2015

 

                                                                                                     Penulis

 

 

 

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL......................................................................................................................i                     


KATA PENGANTAR............................................................................................ ii


DAFTAR ISI............................................................................................................ iii


BAB I PENDAHULUAN


A.  Latar Belakang.......................................................................................... 4


B.  Rumusan masalah...................................................................................... 5


C.  Tujuan Pembelajaran.................................................................................. 5


BAB II PEMBAHASAN


A.  Pengertian munafik.................................................................................... 6


B.  Jenis-jenis Munafik.................................................................................... 6


C.  Perbedaan Munafik Kecil dan Munafik Besar.......................................... 7


D.  Pendapat Beberapa Ahli Bahayanya Munafik Asgar................................ 7


E.  Menjauhi Munafik Asgar........................................................................... 8


F.  Bentuk-bentuk Kemunafikan..................................................................... 11


BAB III PENUTUP


A.  Kesimpulan......................................................................................................12                              


B.  Saran.......................................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA

 

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

  1. LATAR BELAKANG

Allah Subhanahu wa Ta’ala membritahukan kepada kaum mukminin di dalam ayat-ayat tersebut tentang kebusukan hati orang-orang munafik dan permusuhan mereka kepada kaum mukminin.

Allah Subhanahu wa Ta’ala menerangkan bahwa mereka adalah orang-orang yang berbuat kerusakan namun mengklaim sebagai orang yang melakukan perbaikan:

Apabila dikatakan kepada mereka, “Janganlah kalian melakukan kerusakan di muka bumi.” Maka mereka berkata, “Kami hanyalah orang-orang yang melakukan perbaikan.” Ketahuilah, mereka adalah umat yang melakukan kerusakan namun mereka tidak mengetahuinya. (Al-Baqarah: 11-12)

Mereka adalah orang-orang yang bodoh. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ ءَامِنُوا كَمَا ءَامَنَ النَّاسُ قَالُوا أَنُؤْمِنُ كَمَا ءَامَنَ السُّفَهَاءُ أَلَا إِنَّهُمْ هُمُ السُّفَهَاءُ وَلَكِنْ لَا يَعْلَمُونَ

Apabila dikatakan kepada mereka, “Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang lain telah beriman.” Mereka menjawab, “Akan berimankah kami sebagaimana orang-orang yang bodoh itu telah beriman?” Ingatlah, sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh (dungu), tetapi mereka tidak tahu. (Al-Baqarah: 13)

Di dalam ayat-ayat lainnya, Allah Subhanahu wa Ta’ala mengancam orang-orang munafikin dengan ancaman yang keras. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

أَلَمْ يَعْلَمُوا أَنَّهُ مَنْ يُحَادِدِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَأَنَّ لَهُ نَارَ جَهَنَّمَ خَالِدًا فِيهَا ذَلِكَ الْخِزْيُ الْعَظِيُ   

“Tidakkah mereka (orang-orang munafik) mengetahui bahwasanya barangsiapa menentang Allah dan Rasul-Nya maka bagi dia neraka jahanam. Dia kekal di dalamnya dan itu adalah kehinaan yang besar.” (At-Taubah: 63)

Dan banyak lagi nash dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah yang menunjukkan keburukan orang-orang munafik dan ancaman bagi mereka. Sehingga seyogianya bagi seorang muslim untuk berhati-hati dari mereka dan juga menjauhi sifat-sifat mereka

 

  1. RUMUSAN MASALAH


1.                  Apa Pengertian munafik ?

2.                  Bagaimana Jenis-jenis Munafik ?

3.                  Apa Perbedaan Munafik Kecil dan Munafik Besar ?

4.                  Bagaiman Pendapat Beberapa Ahli Bahayanya Munafik Asgar ?

5.                  Bagaimana Menjauhi Munafik Asgar ?

6.                  Bagaimana Bentuk-bentuk Kemunafikan ?

 

  1. TUJUAN PEMBELAJARAN

1.            Untuk Mengetahui Pengertian munafik

2.            Untuk Mengetahui Jenis-jenis Munafik

3.            Untuk Mengetahui Perbedaan Munafik Kecil dan Munafik Besar  

4.      Untuk Mengetahui Pendapat Beberapa Ahli Bahayanya Munafik Asgar

5.           Untuk Mengetahui Bagaimana Menjauhi Munafik Asgar

6.              Untuk Mengetahui Bentuk-bentuk Kemunafikan

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

  1. Pengertian munafik

Munafik adalah menyembunyikan kebatilan dan menampakkan kebaikan. Kemunafikan adalah penyakit hati yang berbahaya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ فَزَادَهُمُ اللهُ مَرَضًا وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ بِمَا كَانُوا يَكْذِبُونَ

Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya. Dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta.” (Al-Baqarah: 10)

 

  1. Jenis-jenis Munafik

Ada dua jenis munafik , yakni nifaq akbar (kemunafikan besar) dan nifaq asghar (kemunafikan kecil). Kemunafikan akbar yang disebut juga kemunafikan i’tiqadi (keyakinan) adalah menyembunyikan kekufuran dan menampakkan keislaman. Kemunafikan ini mengeluarkan pelakunya dari Islam.

Kemunafikan asghar yang disebut pula kemunafikan amali (amalan) adalah menampakkan lahiriah yang baik dan menyembunyikan kebalikannya. Pokok kemunafikan asghar kembali kepada lima perkara: Sering berdusta ketika berbicara, sering tidak menepati janji, jika berselisih melampaui batas, jika melakukan perjanjian melanggarnya, dan sering khianat jika diberi amanah.

Ibnu Rajab rahimahullahu berkata: “Kesimpulannya, kemunafikan asghar semuanya kembali kepada berbedanya seseorang ketika sedang sendiri dan ketika terlihat (bersama) orang lain, sebagaimana dikatakan oleh Hasan Al-Bashri rahimahullahu”

 

 

 

 

 

  1. Perbedaan Munafik Kecil dan Munafik Besar

Di antara perbedaan antara keduanya adalah:

1. Kemunafikan akbar pelakunya keluar dari Islam, adapun kemunafikan asghar tidak mengeluarkan dari Islam.

2.  Kemunafikan akbar tidak mungkin bersatu dengan keimanan, adapun kemunafikan asghar mungkin ada pada seorang yang beriman.

3. Kemunafikan akbar pelakunya kekal di neraka, sedangkan kemunafikan asghar pelakunya tidak kekal di neraka(Lihat Kitabut Tauhid, Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan)

 

  1. Menurut pendapat beberapa Ahli Bahayanya Munafik Asgar

1.      Ibnu Rajab rahimahullahu berkata: “Kemunafikan asghar adalah jalan menuju kemunafikan akbar, sebagaimana maksiat adalah lorong menuju kekufuran. Sebagaimana orang yang terus-menerus di atas maksiat dikhawatirkan dicabut keimanannya ketika menjelang mati, demikian juga orang yang terus-menerus di atas kemunafikan asghar dikhawatirkan dicabut darinya keimanan dan menjadi munafik tulen.” (Lihat Jami’ul ‘Ulum wal Hikam). yaitu, Orang beriman senantiasa khawatir terjatuh ke dalam kemunafikan

 

2.      Ibnu Mulaikah rahimahullahu berkata: “Aku mendapati tiga puluh orang sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, semuanya mengkhawatirkan kemunafikan atas dirinya.”

 

3.      Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu sampai bertanya kepada Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu, apakah dirinya termasuk yang disebut oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai orang munafik.

 

 

4.      Sebagian ulama menyatakan: “Tidak ada yang takut dari kemunafikan kecuali mukmin, dan tidak ada yang merasa aman darinya kecuali munafik.” (dibawakan oleh Al-Bukhari rahimahullahu dari Al-Hasan Al-Bashri rahimahullahu)

 

5.      Al-Imam Ahmad rahimahullahu ditanya, Apa pendapatmu tentang orang yang mengkhawatirkan atas dirinya kemunafikan?” Beliau menjawab, “Siapa yang merasa dirinya aman dari kemunafikan? (Lihat Jami’ul ‘Ulum wal Hikam

 

  1. Menjauhi Munafik Asgar

Ada beberapa sifat kemunafikan amali yang telah disebutkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena kemunafikan amali inilah yang kadang dianggap remeh oleh sebagian kaum muslimin. Padahal kemunafikan amali sangatlah fatal akibatnya jika terus dilakukan seseorang. Sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Rajab rahimahullahu: “Kemunafikan asghar adalah jalan menuju kemunafikan akbar, sebagaimana maksiat adalah lorong menuju kekufuran. Sebagaimana orang yang terus-menerus di atas maksiat dikhawatirkan dicabut keimanannya ketika menjelang mati. Demikian juga orang yang terus-menerus di atas kemunafikan asghar dikhawatirkan dicabut darinya keimanan dan menjadi munafik tulen.”

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلَاثٌ؛ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ، وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ

Tanda orang munafik ada tiga: Jika bicara berdusta, jika diberi amanah berkhianat, dan jika berjanji menyelisihinya.”

Dari Abdullah bin Amr radhiyallahu ‘anhuma, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَرْبَعٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ كَانَ مُنَافِقًا خَالِصًا، وَإِنْ كَانَتْ خَصْلةٌ مِنْهُنَّ فِيهِ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ مِنَ النِّفَاقِ حَتَّى يَدَعَهَا: مَنْ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ، وَإِذَا خَاصَمَ فَجَرَ، وَإِذَا عَاهَدَ غَدَرَ

Empat perkara, barangsiapa yang ada pada dirinya keempat perkara tersebut maka ia munafik tulen. Jika ada padanya satu di antara perangai tersebut berarti ada pada dirinya satu perangai kemunafikan sampai meninggalkannya: Yaitu seseorang jika bicara berdusta, jika membuat janji tidak menepatinya, jika berselisih melampui batas, dan jika melakukan perjanjian mengkhianatinya.

Hadits-hadits ini menunjukkan bahwa di antara perangai kemunafikan adalah:

1. Berdusta ketika bicara

Al-Hasan Al-Bashri rahimahullahu berkata: “Inti kemunafikan yang dibangun di atasnya kemunafikan adalah dusta.

2. Mengingkari janji

3. Mengkhianati amanah

4. Membatalkan perjanjian secara sepihak

Adapun Perjanjian yang dimaksud dalam hadits ini ada dua:

1 Perjanjian dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk senantiasa beribadah kepada-Nya.

2. Perjanjian dengan hamba-hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan ini mencakup banyak perkara.

Oleh karena itu, seorang mukmin seharusnya senantiasa berusaha memenuhi perjanjiannya, terlebih lagi perjanjiannya dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

مِنَ الْمُؤْمِنِينَ رِجَالٌ صَدَقُوا مَا عَاهَدُوا اللهَ عَلَيْهِ فَمِنْهُمْ مَنْ قَضَى نَحْبَهُ وَمِنْهُمْ مَنْ يَنْتَظِرُ وَمَا بَدَّلُوا تَبْدِيلًا

Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah. Maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka tidak mengubah (janjinya).” (Al-Ahzab: 23)

Lain halnya dengan orang-orang kafir dan munafik. Mereka adalah orang-orang yang suka membatalkan secara sepihak serta tidak menepati perjanjian. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

الَّذِينَ يَنْقُضُونَ عَهْدَ اللهِ مِنْ بَعْدِ مِيثَاقِهِ وَيَقْطَعُونَ مَا أَمَرَ اللهُ بِهِ أَنْ يُوصَلَ وَيُفْسِدُونَ فِي الْأَرْضِ أُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ

“(Yaitu) orang-orang yang melanggar perjanjian Allah sesudah perjanjian itu teguh dan memutuskan apa yang diperintahkan Allah (kepada mereka) untuk menghubungkannya serta membuat kerusakan di muka bumi. Mereka itulah orang-orang yang rugi.” (Al-Baqarah: 27)

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

الَّذِينَ عَاهَدْتَ مِنْهُمْ ثُمَّ يَنْقُضُونَ عَهْدَهُمْ فِي كُلِّ مَرَّةٍ وَهُمْ لَا يَتَّقُونَ

“(Yaitu) orang-orang yang kamu telah mengambil perjanjian dari mereka, sesudah itu mereka mengkhianati janjinya setiap kalinya, dan mereka tidak takut (akibat-akibatnya).” (Al-Anfal: 56)

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَمِنْهُمْ مَنْ عَاهَدَ اللهَ لَئِنْ ءَاتَانَا مِنْ فَضْلِهِ لَنَصَّدَّقَنَّ وَلَنَكُونَنَّ مِنَ الصَّالِحِينَ. فَلَمَّا ءَاتَاهُمْ مِنْ فَضْلِهِ بَخِلُوا بِهِ وَتَوَلَّوْا وَهُمْ مُعْرِضُونَ. فَأَعْقَبَهُمْ نِفَاقًا فِي قُلُوبِهِمْ إِلَى يَوْمِ يَلْقَوْنَهُ بِمَا أَخْلَفُوا اللهَ مَا وَعَدُوهُ وَبِمَا كَانُوا يَكْذِبُونَ

Dan di antara mereka ada orang yang telah berikrar kepada Allah: “Sesungguhnya jika Allah memberikan sebagian karunia-Nya kepada kami, pastilah kami akan bersedekah dan pastilah kami termasuk orang-orang yang shalih.” Maka setelah Allah memberikan kepada mereka sebagian dari karunia-Nya, mereka kikir dengan karunia itu dan berpaling, dan mereka memanglah orang-orang yang selalu membelakangi (kebenaran). Maka Allah menimbulkan kemunafikan pada hati mereka sampai kepada waktu mereka menemui Allah, karena mereka telah memungkiri terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala apa yang telah mereka ikrarkan kepada-Nya dan juga karena mereka selalu berdusta. (At-Taubah: 75-77) jadi, Wajib hukumnya memenuhi perjanjian dengan hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala

Ibnu Rajab rahimahullahu menyatakan: “Mengingkari (mengkhianati) perjanjian adalah haram dalam semua perjanjian seorang muslim dengan yang lainnya walaupun dengan seorang kafir mu’ahad. Oleh karena itu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ قَتَلَ مُعَاهَدًا لَمْ يَرِحْ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ وَإِنَّ رِيحَهَا تُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ أَرْبَعِينَ عَامًا

Barangsiapa membunuh kafir mu’ahad tidak akan mencium bau surga padahal wanginya surga tercium dari jarak 40 tahun perjalanan.” (HR. Al-Bukhari no. 3166) [Lihat Jami’ul ‘Ulum wal Hikam hal. 744]

Ibnu Rajab Al-Hanbali rahimahullahu juga menyatakan: “Adapun perjanjian di antara kaum muslimin maka keharusan untuk memenuhinya lebih kuat lagi, dan membatalkannya lebih besar dosanya. Yang paling besar adalah membatalkan perjanjian taat kepada pemimpin muslimin yang (kita) telah berbai’at kepadanya.”

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ثَلَاثَةٌ لَا يُكَلِّمُهُمْ اللهُ وَلَا يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ وَلَا يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ: …وَرَجُلٌ بَايَعَ رَجُلًا لَا يُبَايِعُهُ إِلَّا لِلدُّنْيَا فَإِنْ أَعْطَاهُ مَا يُرِيدُ وَفَى لَهُ

Tiga golongan yang tidak akan diajak bicara oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala di hari kiamat nanti, tidak akan disucikan, dan mereka akan mendapatkan azab yang pedih –di antaranya: “Seorang yang membai’at pemimpinnya hanya karena dunia, jika pemimpinnya memberi apa yang dia mau dia penuhi perjanjiannya dan jika tidak maka dia pun tidak menepati perjanjiannya.” (HR. Al-Bukhari no. 2672, Muslim no. 108)

 

                    

  1. Bentuk-bentuk Kemunafikan

Ada dua pendapat tentang bentuk kemunafikan 

1.      Ibnu Taimiyah rahimahullahu berkata: “Sebagian orang mengira kemunafikan hanyalah ada di zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam saja, tidak ada kemunafikan setelah zaman beliau. Ini adalah prasangka yang salah. Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu berkata: ‘Kemunafikan pada zaman ini lebih dahsyat dari kemunafikan di zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.’ Mereka berkata: ‘Bagaimana (bisa dikatakan demikian)?’ Beliau menjawab: ‘Orang-orang munafik di zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyembunyikan kemunafikan mereka. Adapun sekarang, mereka (berani) menampakkan kemunafikan mereka’.”

2.      Asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali berkata: “Kemunafikan sekarang ini banyak terjadi pada pergerakan politik, sebagaimana telah dipersaksikan oleh sebagian mereka. Sebagian mereka menyatakan: ‘Aku tidak pernah tahu ada politikus yang tidak berdusta.’ Sebagian bahkan menyatakan: ‘Sesungguhnya politik adalah kemunafikan.’ Sehingga kebanyakan politikus terkena kemunafikan amali dalam partai-partai politik.” Beliau juga menyatakan: “Di antara tanda kemunafikan amali adalah ber-wala’ (berloyalitas) dengan ahlul bid’ah serta membuat manhaj-manhaj berbahaya dalam rangka melawan dan meruntuhkan manhaj Ahlus Sunnah wal Jamaah.” (Syarh Ushulus Sunnah).

 

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

A.    KESIMPULAN

                  Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan yaitu :

1.      Munafik adalah menyembunyikan kebatilan dan menampakkan kebaikan. Kemunafikan adalah penyakit hati yang berbahaya.

2.      Ada dua jenis munafik , yakni nifaq akbar (kemunafikan besar) dan nifaq asghar (kemunafikan kecil). Kemunafikan akbar yang disebut juga kemunafikan i’tiqadi (keyakinan) adalah menyembunyikan kekufuran dan menampakkan keislaman. Kemunafikan ini mengeluarkan pelakunya dari Islam.

3.      Perbedaan antara Kemunafikan akbar dan Kemunafikan asgar  adalah: Kemunafikan akbar pelakunya keluar dari Islam, adapun kemunafikan asghar tidak mengeluarkan dari Islam., Kemunafikan akbar tidak mungkin bersatu dengan keimanan, adapun kemunafikan asghar mungkin ada pada seorang yang beriman., Kemunafikan akbar pelakunya kekal di neraka, sedangkan kemunafikan asghar pelakunya tidak kekal di neraka(Lihat Kitabut Tauhid, Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan)

4.      Hadits-hadits juga menunjukkan bahwa di antara perangai kemunafikan adalah:Berdusta ketika bicara, Mengingkari janji, Mengkhianati amanah, Membatalkan perjanjian secara sepihak

 

 

B.     SARAN

            Sebagai penyusun, penulis merasa masih ada kekurangan dalam pembuatan makalah ini. Oleh karena itu, saya mohon kritik dan saran dari pembaca. Agar penulis dapat memperbaiki makalah yang selanjutnya.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

1.      Nasution Harun, Islam di tinjau dari berbagai aspeknya, Jakarta, Penerbit Universitas Indonesia, 2001.  

2.      Al-Jauziyah, Ibnu Qayyim. Kitab Jawabul Kafi. terj. Anwar Rosyidi. Semarang: CV. Adhi Grafika, 1993.