MUNAFIK
MAKALAH
Di ajukan Untuk Memenuhi
Tugas Mata Kuliah
“Pengantar Studi Islam”
Dosen Pembimbing :
Fauzi, S. Sos, MA
Di susun oleh :
Joni
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM IBNU SINA
BATAM
KATA PENGANTAR
Puji dan
syukur penulis ucapkan kepada kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-nya kepada kita semua berupa, ilmu dan amal. Berkat rahmat dan karunia-nya
pula, penulis dapat menyelesaikan makalah Pengantar Studi Islam yang insyaallah tepat pada waktunya.
Terimakasih penulis ucapkan kepada Bapak Dosen Fauzi, S. Sos, MA. Mata pelajaran kuliah Pengantar Studi Islam, yang telah memberikan arahan terkait tugas
makalah ini. Tanpa bimbingan dari beliau mungkin, penulis tidak akan dapat
menyelesaikan tugas ini sesuai dengan format yang telah di tentukan.
Penulis
menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran pembaca demi kesempurnaan makalah untuk
kedepannya. Mudah-mudahan makalah ini bermanfaat bagi peneliti dan pembaca
Batam, 13 January 2015
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL......................................................................................................................i
KATA PENGANTAR............................................................................................ ii
DAFTAR ISI............................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.......................................................................................... 4
B. Rumusan masalah...................................................................................... 5
C. Tujuan Pembelajaran.................................................................................. 5
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian
munafik.................................................................................... 6
B. Jenis-jenis
Munafik.................................................................................... 6
C. Perbedaan
Munafik Kecil dan Munafik Besar.......................................... 7
D. Pendapat
Beberapa Ahli Bahayanya Munafik Asgar................................ 7
E. Menjauhi
Munafik Asgar........................................................................... 8
F. Bentuk-bentuk
Kemunafikan..................................................................... 11
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan......................................................................................................12
B. Saran.......................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Allah Subhanahu wa
Ta’ala membritahukan kepada kaum mukminin di dalam ayat-ayat tersebut tentang kebusukan
hati orang-orang munafik dan permusuhan mereka kepada kaum mukminin.
Allah Subhanahu wa
Ta’ala menerangkan bahwa mereka adalah orang-orang yang berbuat kerusakan namun
mengklaim sebagai orang yang melakukan perbaikan:
Apabila dikatakan kepada mereka, “Janganlah kalian melakukan kerusakan di muka bumi.”
Maka mereka berkata, “Kami hanyalah orang-orang yang melakukan perbaikan.”
Ketahuilah, mereka adalah umat yang melakukan kerusakan namun mereka tidak
mengetahuinya. (Al-Baqarah: 11-12)
Mereka adalah orang-orang yang bodoh. Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman:
وَإِذَا قِيلَ
لَهُمْ ءَامِنُوا كَمَا ءَامَنَ النَّاسُ قَالُوا أَنُؤْمِنُ كَمَا ءَامَنَ
السُّفَهَاءُ أَلَا إِنَّهُمْ هُمُ السُّفَهَاءُ وَلَكِنْ لَا يَعْلَمُونَ
Apabila dikatakan
kepada mereka, “Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang lain telah beriman.” Mereka
menjawab, “Akan berimankah kami sebagaimana orang-orang yang bodoh itu telah
beriman?” Ingatlah, sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh (dungu),
tetapi mereka tidak tahu. (Al-Baqarah: 13)
Di dalam ayat-ayat lainnya, Allah
Subhanahu wa Ta’ala mengancam orang-orang munafikin dengan ancaman yang keras.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
أَلَمْ يَعْلَمُوا أَنَّهُ مَنْ
يُحَادِدِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَأَنَّ لَهُ نَارَ جَهَنَّمَ خَالِدًا فِيهَا ذَلِكَ
الْخِزْيُ الْعَظِيُ
“Tidakkah mereka (orang-orang munafik)
mengetahui bahwasanya barangsiapa menentang Allah dan Rasul-Nya maka bagi dia
neraka jahanam. Dia kekal di dalamnya dan itu adalah kehinaan yang besar.” (At-Taubah: 63)
Dan banyak lagi nash dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah yang
menunjukkan keburukan orang-orang munafik dan ancaman bagi mereka. Sehingga
seyogianya bagi seorang muslim untuk berhati-hati dari mereka dan juga menjauhi
sifat-sifat mereka
-
RUMUSAN MASALAH
1.
Apa Pengertian munafik ?
2.
Bagaimana Jenis-jenis Munafik ?
3.
Apa Perbedaan Munafik Kecil dan Munafik Besar ?
4.
Bagaiman Pendapat Beberapa Ahli Bahayanya Munafik Asgar ?
5.
Bagaimana Menjauhi Munafik Asgar ?
6.
Bagaimana Bentuk-bentuk Kemunafikan ?
TUJUAN PEMBELAJARAN
1.
Untuk Mengetahui Pengertian munafik
2.
Untuk Mengetahui Jenis-jenis Munafik
3.
Untuk
Mengetahui Perbedaan Munafik Kecil dan
Munafik Besar
4. Untuk Mengetahui Pendapat Beberapa Ahli Bahayanya Munafik Asgar
5.
Untuk Mengetahui Bagaimana Menjauhi Munafik Asgar
6. Untuk Mengetahui Bentuk-bentuk Kemunafikan
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian munafik
Munafik adalah menyembunyikan
kebatilan dan menampakkan kebaikan. Kemunafikan adalah penyakit hati yang
berbahaya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ فَزَادَهُمُ اللهُ
مَرَضًا وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ بِمَا كَانُوا يَكْذِبُونَ
“Dalam hati mereka ada penyakit,
lalu ditambah Allah penyakitnya. Dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan
mereka berdusta.” (Al-Baqarah: 10)
Jenis-jenis Munafik
Ada dua jenis munafik ,
yakni nifaq akbar (kemunafikan besar) dan nifaq asghar (kemunafikan kecil).
Kemunafikan akbar yang disebut juga kemunafikan i’tiqadi (keyakinan) adalah
menyembunyikan kekufuran dan menampakkan keislaman. Kemunafikan ini
mengeluarkan pelakunya dari Islam.
Kemunafikan asghar yang disebut
pula kemunafikan amali (amalan) adalah menampakkan lahiriah yang baik dan
menyembunyikan kebalikannya. Pokok kemunafikan asghar kembali kepada lima
perkara: Sering berdusta ketika berbicara, sering tidak menepati janji, jika
berselisih melampaui batas, jika melakukan perjanjian melanggarnya, dan sering
khianat jika diberi amanah.
Ibnu Rajab rahimahullahu berkata:
“Kesimpulannya, kemunafikan asghar semuanya kembali kepada berbedanya seseorang
ketika sedang sendiri dan ketika terlihat (bersama) orang lain, sebagaimana
dikatakan oleh Hasan Al-Bashri rahimahullahu”
Perbedaan Munafik Kecil dan Munafik Besar
Di antara perbedaan antara keduanya adalah:
1. Kemunafikan akbar pelakunya keluar dari Islam, adapun
kemunafikan asghar tidak mengeluarkan dari Islam.
2. Kemunafikan akbar tidak mungkin bersatu dengan
keimanan, adapun kemunafikan asghar mungkin ada pada seorang yang beriman.
3. Kemunafikan akbar pelakunya
kekal di neraka, sedangkan kemunafikan asghar pelakunya tidak kekal di neraka. (Lihat
Kitabut Tauhid, Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan)
Menurut pendapat beberapa Ahli Bahayanya Munafik Asgar
1.
Ibnu Rajab rahimahullahu
berkata: “Kemunafikan asghar adalah jalan menuju kemunafikan akbar, sebagaimana
maksiat adalah lorong menuju kekufuran. Sebagaimana orang yang terus-menerus di
atas maksiat dikhawatirkan dicabut keimanannya ketika menjelang mati, demikian
juga orang yang terus-menerus di atas kemunafikan asghar dikhawatirkan dicabut
darinya keimanan dan menjadi munafik tulen.” (Lihat Jami’ul ‘Ulum wal Hikam).
yaitu, Orang beriman senantiasa khawatir
terjatuh ke dalam kemunafikan
2. Ibnu Mulaikah rahimahullahu berkata: “Aku mendapati tiga
puluh orang sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, semuanya
mengkhawatirkan kemunafikan atas dirinya.”
3.
Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu sampai
bertanya kepada Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu, apakah dirinya termasuk yang disebut
oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai orang munafik.
4. Sebagian ulama
menyatakan: “Tidak ada yang takut dari
kemunafikan kecuali mukmin, dan tidak ada yang merasa aman darinya kecuali
munafik.” (dibawakan oleh Al-Bukhari rahimahullahu dari
Al-Hasan Al-Bashri rahimahullahu)
5. Al-Imam Ahmad
rahimahullahu ditanya, “Apa
pendapatmu tentang orang yang mengkhawatirkan atas dirinya kemunafikan?” Beliau menjawab, “Siapa yang merasa dirinya aman dari
kemunafikan?” (Lihat Jami’ul ‘Ulum wal Hikam
Menjauhi Munafik Asgar
Ada beberapa sifat kemunafikan
amali yang telah disebutkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
karena kemunafikan amali inilah yang kadang dianggap remeh oleh sebagian kaum
muslimin. Padahal kemunafikan amali sangatlah fatal akibatnya jika terus
dilakukan seseorang. Sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Rajab rahimahullahu:
“Kemunafikan asghar adalah jalan menuju kemunafikan akbar, sebagaimana maksiat
adalah lorong menuju kekufuran. Sebagaimana orang yang terus-menerus di atas maksiat
dikhawatirkan dicabut keimanannya ketika menjelang mati. Demikian juga orang
yang terus-menerus di atas kemunafikan asghar dikhawatirkan dicabut darinya
keimanan dan menjadi munafik tulen.”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلَاثٌ؛ إِذَا
حَدَّثَ كَذَبَ، وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ
“Tanda orang munafik ada tiga: Jika bicara berdusta,
jika diberi amanah berkhianat, dan jika berjanji menyelisihinya.”
Dari Abdullah bin Amr
radhiyallahu ‘anhuma, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَرْبَعٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ كَانَ مُنَافِقًا خَالِصًا، وَإِنْ كَانَتْ
خَصْلةٌ مِنْهُنَّ فِيهِ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ مِنَ النِّفَاقِ حَتَّى يَدَعَهَا: مَنْ إِذَا
حَدَّثَ كَذَبَ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ، وَإِذَا خَاصَمَ فَجَرَ، وَإِذَا
عَاهَدَ غَدَرَ
“Empat perkara, barangsiapa yang ada pada dirinya
keempat perkara tersebut maka ia munafik tulen. Jika ada padanya satu di antara
perangai tersebut berarti ada pada dirinya satu perangai kemunafikan sampai meninggalkannya:
Yaitu seseorang jika bicara berdusta, jika membuat janji tidak menepatinya,
jika berselisih melampui batas, dan jika melakukan perjanjian mengkhianatinya.”
Hadits-hadits ini menunjukkan bahwa di antara
perangai kemunafikan adalah:
1. Berdusta ketika bicara
Al-Hasan Al-Bashri rahimahullahu berkata: “Inti
kemunafikan yang dibangun di atasnya kemunafikan adalah dusta.”
2. Mengingkari janji
3. Mengkhianati amanah
4. Membatalkan perjanjian secara sepihak
Adapun Perjanjian yang dimaksud dalam hadits ini ada dua:
1 Perjanjian dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk
senantiasa beribadah kepada-Nya.
2. Perjanjian dengan hamba-hamba Allah Subhanahu wa
Ta’ala, dan ini mencakup banyak perkara.
Oleh karena itu, seorang mukmin
seharusnya senantiasa berusaha memenuhi perjanjiannya, terlebih lagi
perjanjiannya dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman:
مِنَ الْمُؤْمِنِينَ رِجَالٌ صَدَقُوا مَا عَاهَدُوا اللهَ عَلَيْهِ
فَمِنْهُمْ مَنْ قَضَى نَحْبَهُ وَمِنْهُمْ مَنْ يَنْتَظِرُ وَمَا بَدَّلُوا
تَبْدِيلًا
“Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang
telah mereka janjikan kepada Allah. Maka di antara mereka ada yang gugur. Dan
di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka tidak mengubah
(janjinya).” (Al-Ahzab: 23)
Lain halnya dengan orang-orang kafir dan munafik.
Mereka adalah orang-orang yang suka membatalkan secara sepihak serta tidak
menepati perjanjian. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
الَّذِينَ يَنْقُضُونَ عَهْدَ اللهِ مِنْ
بَعْدِ مِيثَاقِهِ وَيَقْطَعُونَ مَا أَمَرَ اللهُ بِهِ أَنْ يُوصَلَ
وَيُفْسِدُونَ فِي الْأَرْضِ أُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ
“(Yaitu) orang-orang yang melanggar perjanjian Allah sesudah perjanjian
itu teguh dan memutuskan apa yang diperintahkan Allah (kepada mereka) untuk
menghubungkannya serta membuat kerusakan di muka bumi. Mereka itulah
orang-orang yang rugi.” (Al-Baqarah: 27)
Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman:
الَّذِينَ عَاهَدْتَ مِنْهُمْ
ثُمَّ يَنْقُضُونَ عَهْدَهُمْ فِي كُلِّ مَرَّةٍ وَهُمْ لَا يَتَّقُونَ
“(Yaitu) orang-orang yang kamu telah mengambil perjanjian dari mereka,
sesudah itu mereka mengkhianati janjinya setiap kalinya, dan mereka tidak takut
(akibat-akibatnya).” (Al-Anfal: 56)
Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman:
وَمِنْهُمْ مَنْ عَاهَدَ اللهَ لَئِنْ
ءَاتَانَا مِنْ فَضْلِهِ لَنَصَّدَّقَنَّ وَلَنَكُونَنَّ مِنَ الصَّالِحِينَ. فَلَمَّا
ءَاتَاهُمْ مِنْ فَضْلِهِ بَخِلُوا بِهِ وَتَوَلَّوْا وَهُمْ مُعْرِضُونَ.
فَأَعْقَبَهُمْ نِفَاقًا فِي قُلُوبِهِمْ إِلَى يَوْمِ
يَلْقَوْنَهُ بِمَا أَخْلَفُوا اللهَ مَا وَعَدُوهُ وَبِمَا كَانُوا يَكْذِبُونَ
Dan di antara mereka ada orang
yang telah berikrar kepada Allah: “Sesungguhnya
jika Allah memberikan sebagian karunia-Nya kepada kami, pastilah kami akan
bersedekah dan pastilah kami termasuk orang-orang yang shalih.” Maka setelah
Allah memberikan kepada mereka sebagian dari karunia-Nya, mereka kikir dengan
karunia itu dan berpaling, dan mereka memanglah orang-orang yang selalu
membelakangi (kebenaran). Maka Allah menimbulkan kemunafikan pada hati mereka
sampai kepada waktu mereka menemui Allah, karena mereka telah memungkiri
terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala apa yang telah mereka ikrarkan kepada-Nya
dan juga karena mereka selalu berdusta. (At-Taubah: 75-77)
jadi, Wajib hukumnya memenuhi perjanjian
dengan hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala
Ibnu Rajab rahimahullahu
menyatakan: “Mengingkari (mengkhianati)
perjanjian adalah haram dalam semua perjanjian seorang muslim dengan yang
lainnya walaupun dengan seorang kafir mu’ahad. Oleh karena
itu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ
قَتَلَ مُعَاهَدًا لَمْ يَرِحْ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ وَإِنَّ رِيحَهَا تُوجَدُ
مِنْ مَسِيرَةِ أَرْبَعِينَ عَامًا
“Barangsiapa membunuh kafir mu’ahad tidak akan mencium bau surga padahal
wanginya surga tercium dari jarak 40 tahun perjalanan.” (HR.
Al-Bukhari no. 3166) [Lihat Jami’ul ‘Ulum wal Hikam hal. 744]
Ibnu Rajab Al-Hanbali
rahimahullahu juga menyatakan: “Adapun
perjanjian di antara kaum muslimin maka keharusan untuk memenuhinya lebih kuat
lagi, dan membatalkannya lebih besar dosanya. Yang paling besar adalah
membatalkan perjanjian taat kepada pemimpin muslimin yang (kita) telah
berbai’at kepadanya.”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda:
ثَلَاثَةٌ لَا يُكَلِّمُهُمْ اللهُ وَلَا
يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ وَلَا يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ: …وَرَجُلٌ
بَايَعَ رَجُلًا لَا يُبَايِعُهُ إِلَّا لِلدُّنْيَا فَإِنْ أَعْطَاهُ مَا يُرِيدُ
وَفَى لَهُ…
Tiga golongan yang tidak akan diajak bicara oleh Allah Subhanahu wa
Ta’ala di hari kiamat nanti, tidak akan disucikan, dan mereka akan mendapatkan
azab yang pedih –di antaranya: “Seorang yang membai’at pemimpinnya hanya karena
dunia, jika pemimpinnya memberi apa yang dia mau dia penuhi perjanjiannya dan jika
tidak maka dia pun tidak menepati perjanjiannya.” (HR.
Al-Bukhari no. 2672, Muslim no. 108)
Bentuk-bentuk Kemunafikan
Ada dua pendapat tentang bentuk kemunafikan
1.
Ibnu Taimiyah rahimahullahu
berkata: “Sebagian orang mengira
kemunafikan hanyalah ada di zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
saja, tidak ada kemunafikan setelah zaman beliau. Ini adalah prasangka yang
salah. Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu berkata: ‘Kemunafikan pada zaman ini lebih
dahsyat dari kemunafikan di zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.’
Mereka berkata: ‘Bagaimana (bisa dikatakan demikian)?’ Beliau menjawab:
‘Orang-orang munafik di zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
menyembunyikan kemunafikan mereka. Adapun sekarang, mereka (berani) menampakkan
kemunafikan mereka’.”
2.
Asy-Syaikh
Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali berkata: “Kemunafikan sekarang ini banyak terjadi
pada pergerakan politik, sebagaimana telah dipersaksikan oleh sebagian mereka.
Sebagian mereka menyatakan: ‘Aku tidak pernah tahu ada politikus yang tidak
berdusta.’ Sebagian bahkan menyatakan: ‘Sesungguhnya politik adalah
kemunafikan.’ Sehingga kebanyakan politikus terkena kemunafikan amali dalam
partai-partai politik.” Beliau
juga menyatakan: “Di antara tanda kemunafikan amali adalah ber-wala’ (berloyalitas)
dengan ahlul bid’ah serta membuat manhaj-manhaj berbahaya dalam rangka melawan
dan meruntuhkan manhaj Ahlus Sunnah wal Jamaah.” (Syarh Ushulus
Sunnah).
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari
pembahasan diatas dapat disimpulkan yaitu :
1.
Munafik adalah menyembunyikan kebatilan dan
menampakkan kebaikan. Kemunafikan adalah penyakit hati yang berbahaya.
2. Ada dua jenis munafik , yakni nifaq akbar (kemunafikan
besar) dan nifaq asghar (kemunafikan kecil). Kemunafikan akbar yang disebut
juga kemunafikan i’tiqadi (keyakinan) adalah menyembunyikan kekufuran dan
menampakkan keislaman. Kemunafikan ini mengeluarkan pelakunya dari Islam.
3. Perbedaan antara Kemunafikan
akbar dan Kemunafikan asgar
adalah: Kemunafikan akbar pelakunya
keluar dari Islam, adapun kemunafikan asghar tidak mengeluarkan dari Islam.,
Kemunafikan akbar tidak mungkin bersatu
dengan keimanan, adapun kemunafikan asghar mungkin ada pada seorang yang
beriman., Kemunafikan
akbar pelakunya kekal di neraka, sedangkan kemunafikan asghar pelakunya tidak
kekal di neraka. (Lihat Kitabut Tauhid, Asy-Syaikh Shalih
Al-Fauzan)
4. Hadits-hadits juga menunjukkan bahwa di antara perangai
kemunafikan adalah:Berdusta ketika
bicara, Mengingkari
janji, Mengkhianati
amanah, Membatalkan
perjanjian secara sepihak
B. SARAN
Sebagai penyusun, penulis merasa
masih ada kekurangan dalam pembuatan makalah ini. Oleh karena itu, saya mohon
kritik dan saran dari pembaca. Agar penulis dapat memperbaiki makalah yang
selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Nasution Harun, Islam di
tinjau dari berbagai aspeknya, Jakarta, Penerbit Universitas Indonesia,
2001.
2. Al-Jauziyah,
Ibnu Qayyim. Kitab Jawabul Kafi.
terj. Anwar Rosyidi. Semarang: CV. Adhi Grafika, 1993.